Kamis, 03 April 2008

Sebuah Memory

25 January 2008 00.00

Suara kipas angin itu selalu setia menemaniku setiap saat. Diantara alunan musik melankolis yang sangat kusuka, aku seringkali tertegun dan merenungi apa yang tengah terjadi terhadap diri ini. Sudah berulang kali aku mencari jawab atas pertanyaan yang belum bisa ku jawab sampai saat ini.

Tentang cinta, cita, harapan dan semuanya. Aku bimbang dan tak berdaya saat harus berfikir semuanya. Jika cinta memang bisa memberikan ketenangan dan kedamaian, mengapa aku tak pernah bisa mendapatkannya. Aku selalu takut untuk kembali memulai kisah itu meski sebenarnya hati ini sangat ingin memiliki, meraih dan merengkuh arti sebuah cinta yang tulus. Mengapa aku hanya harus puas melihat mereka bercinta dengan indah dan mesranya, adakah yang salah dengan diri ini?

Jika sebuah cita masih bisa menghantarkan diri ini untuk menemui sebuah cinta, atau mungkin sebatas memandangnya dari jauh, lalu kenapa cita ini justru malah kian memudar dalam keinginanku menjalani dan menapaki masa depanku yang kian tak menentu. Semakin dalam aku berfikir akan cinta dan cita, semakin bingung aku dibuatnya. Begitu banyak insan yang terjerat cinta dalam segala hal, terjebak dalam kerangka cinta yang terkadang salah dan bertolak belakang, namun kenapa masih saja mereka merasa bahagia dibuatnya? Aku bingung sebenarnya kenapa dengan diriku. Aku hanya bisa memandang cinta berlalu didepanku, tak berusaha untuk menyapanya meski barang sejenak, aku hanya bisa tertunduk malu jika dia melintas tepat dihadapku. Tak ada keberanian dan hanya rasa takut dan segan yang selalu kurasakan.

Seandainya harapan ini sangat besar untuk bisa meraih cinta, mungkin aku bisa seperti yang lain, namun hati ini terlampau kecil untuk bisa mengakui keberadaan cinta itu sendiri. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan diri ini?

Kawan…
Aku tak pernah tahu kepada siapa harus kulayangkan perasaan hati ini? Saat aku merasakan kesepian, hanya kesendirian yang kerap menemaniku. Dalam gelap malam dan sunyinya suasana malam, aku seolah merasa tenang dan damai. Disini aku hanya sendiri dan tak ada yang menemaniku. Ingin aku berbagi dengan seseorang, tapi siapa? Apakah mungkin hati ini harus terus menjalani penderitaan dalam kesepian dan kesendirian yang mendalam sepanjang hayat? Entahlah…tak ada yang mau mengerti dengan diriku. Aku tersenyum tapi hati ini sakit. Aku berusaha tertawa demi menyenangkan mereka semua, tapi tak pernah terfikir oleh mereka, apa yang sedang berkecamuk dalam hati ini. Terkadang aku merasa bahwa mereka terlalu egois dan ingin menang sendiri. Tapi sudahlah, tak kan pernah ada yang bisa mengerti dengan diri ini. Yang mereka tahu aku selalu tertawa gembira dan senang, menjalani kehidupan ini dengan apa adanya, santai dan sebagainya. Tanpa pernah tahu perasaan yang sebenarnya atas diriku. Sakit kawan…hidup dalam kesendirian dan kesepian yang mendalam bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Berkawan kesunyian bukanlah hal yang indah dalam jiwaku. Berjalan dalam keremangan hidup diantara suratan takdir yang carut marut bukanlah hal yang aku inginkan. Namun lorong itu yang menunjukkan jalan bagiku untuk menelusuri jalan berliku yang tak ku tahu kemana ujungnya.

Berkali-kali aku harus menjalani hidup yang tak kunjung memberiku ketenangan meski barang sejenak. Tak pernah memberiku kesempatan untuk tersenyum walau hanya sesaat. Aku lelah kawan…aku ingin berbaring lelap dalam sebuah tidur yang bisa membuatku lupa akan semua yang tengah aku alami. Aku ingin tidur dalam sebuah pelukan hangat dari jiwa yang telah hilang. Aku ingin berbaring dalam rangkulan rasa yang begitu tulus menyayangi diri ini. Aku ingin bersandar diantara pundak harapan yang ingin kubangun kembali. Tapi semuanya hanyalah sebuah keinginan semua dalam mimpi yang tak pernah bisa berwujud. Sekali lagi aku harus tertunduk menekuk wajahku dalam-dalam.

Aku menekur diri dalam sebuah irama kehidupan yang semakin samar. Diantara sorak sorai kegembiraan yang tak pernah bisa kunikmati. Meski aku mencoba masuk diantara kebahagiaan itu. Namun semuanya bukan duniaku, meski kucoba memaksa berada di dalamnya.

Tidak ada komentar: