Jumat, 25 April 2008

Sunyi Kawan...

Aku bertanya pada sang mentari akan kesudahan dari apa yang sedang ku jalani. Selama dia bercahay aku semakin merasa rendah dalam pandangannya. Aku tak bisa meraih tangan mesranya pun juga tak kuasa merasai hangatnya sentuhan kasih darinya yang selalu dirasakan oleh yang lain.

Dia membiarkanku dalam kesendirian ditengah terik yang membakar. Aku tertegun merenungi semua yang ada dihadapku. Sementara bibir ini tak kuasa menahan rasa iba dalam takdir yang tengah menghentakkan kakinya di jalanku.

Berlebihankan setiap kali aku menengadah tangan mengharap kebahagiaan dalan sisa hidupku? Berharap mentari tersenyum kembali di pagi hari kepadaku, Menginginkan belaian hangatnya pelukan senja dalam emasnya sinar mentari dibalik cakrawala barat.

Hati ini telah terbakar oleh api kesendirian yang merajut diri ke dalam kain tak berminyak. Dia membakar seluruhnya meluluhkan kehidupan yang memang sudah tak bertujuan. Harapku berbagi dengan dia, namun tak pernah ku bisa mewujudkannya. Hanya kehampaan yang menghampiriku sementara dia telah berlalu akibat kebodohanku. Aku yang tertinggal dalam kesendirian dan kesepian yang mendalam.

Senin, 21 April 2008

Aku Jatuh Dalam Kebodohan

Sore itu senja menertawakanku dalam kebodohan yang telah kulakukan. Angin tersenyum bangga melihat jatuhnya diri terhempas ke dalam lubang penyesalan yang tak beralasan. Sang gelap pun seolah turut menyaksikan betapa kau harus tertunduk malu...ah..bukan malu, akan tetapi lebih kepada penyesalan yang mendalam, mengapa semua ini harus terjadi.

Harus ku akui, bahwa kekeliruan itu adalah buah dari kesalahanku yang fatal. Tapi ku juga hanyalah sebatas manusia biasa yang tak pernah mengerti akan sebuah alur hidup yang berjalan. Dan berkali-kali kucoba menjelaskan hal itu. Tapi sia-sia, sang amarah terus memuncak dan seolah hendak menjatuhkanku dalam sebuah lubang yang lebih dalam.

Mata-mata itu tak sanggup ku tatap karena perasaa bersalah yang mendalam. Bukan sepenuhnya kesalahanku, tapi sudahlah, aku tak pernah mau ribut dan ambil pusing untuk hal sekecil tadi. Hidupku sudah terlampau menyakitkan ketimbang harus selalu merasa diri paling benar. Karena aku selalu yakin bahwa TIDAK ADA KEBENARAN SEJATI didunia ini, kecuali ALLAH YME.

Saat itu hatiku bergumam tak karuan ada perasaan bersalah, namun ku juga tak begitu bersalah, tapi entahlah, aku hanya berusaha mencoba menjadi orang yang bijak dalam keadaan seperti itu. Satu hal yang pasti, aku tak ingin mempunyai banyak musuh dalam satu lingkungan, aku lebih berharap mempunyai sejuta kawan dan sahabat yang mengiringi setiap detik kehidupanku.

Kamis, 17 April 2008

Bagaimana Mencintai, Dicintai atau Tidak Sama Sekali

Aku tak tahu lagi bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. Ketika semua umat manusia begitu terhanyut dengan membanggakan dengan apa yang mereka sebut cinta, aku justru malah jauh meninggalkan angan semuanya. Bahkan untuk membayangkannya pun sungguh aku tak sanggup.


Banyak yang bilang aku putus asa dalam mencari sebuah cinta. Tapi aku tak merasa demikian adanya. Bagiku cintaku telah berlalu dan pergi jauh seiring kepergiannya dalam hidupku. Saat dimana aku benar-benar membutuhkan dia, aku pun pada saat yang sama harus dengan rela melepas kepergiannya dengan yang lain, semua itu demi kebahagiaannya.


Cinta memang tak selalu indah. Tak selalu harus dimiliki, tak selalu harus berhujung manis. Tapi aku bangga karena aku pernah merasakan cinta yang sangat dalam dan tulus sebelum aku kehilangan semuanya. Aku bangga bisa bertahan dengan keyakinanku atas cinta saat itu. Meski aku tak mau memaksakan tadkir demi sebuah cinta yang bukan untuku.


Satu hal yang tak kan pernah kulupa, bahwa dari dirimulah aku mengerti apa itu cinta, indahnya kasih sayang, merdunya suara sang kekasih saat kita bersama, hangatnya genggaman tangan yang tak kan pernah ada sehangat dirimu.


Aku kan tetap bertahan dengan cinta ini, menanti sebuah masa yang kuyakin kita akan bersama, dimana saat itu aku bisa membuktikan dan menunjukkan kepadamu, apa arti cinta bagiku dan untukmu.

Siapakah Diriku, Dirimu..??

Aku lupa siapa diriku. Bukan siapa-siapa. Tak berpunya dan tak pernah memiliki sesuatu pun. Tapi aku takut menjadi orang yang memiliki segalanya. Aku takut menjadi ‘seseorang yang orang lain inginkan’. Aku takut ketika aku menjadi semuanya, aku lupa siapa diriku ini. Aku takut jika aku menjadi ‘orang yang banyak orang harapkan’, aku menjadi sombong dan berbangga hati. Lupa kepada siapa diri ini, lupa kepada mereka, dan lupa kepada-Nya.

Aku ingin meninggalkan semuanya dengan memuji segala keindahan dan keagungan-Nya. Aku lelah menjadi beban dalam raga ini. Aku ingin mencari cahayaku yang hilang.

Selasa, 08 April 2008

Selamat Jalan Kawan-Kawanku...

Satu persatu orang yang dekat denganku pergi menjauh. Inilah yang dinamakan sebuah ketentuan yang tidak bisa tidak. Kita datang untuk pergi, dan kita bertemu untuk berpisah. Tapi semuanya semoga tidak berarti bahwa hidup ini hanya sampai disini.

Kita berpisah untuk menyongsong masa depan kita masing-masing kawan…
Sukses selalu buat kita semua. Tiada hari yang indah terlewati tanpa canda dan tawamu, tanpa perhatian dan curahan hatimu saat aku duka dan bahagia. Tiada saat yang terlewati meski saat kita sama-sama sedang terjatuh. Ada semangat dan kekuatan yang kau berikan saat kita bersama-sama.

Kawan…
Kebersamaan kita memang cukup singkat namun aku merasa sudah lama kita mengenal. Sungguh sulit bagi masing-masing kita meninggalkan semua kenangan itu. Ingin melupakan semua yang terjadi, perjuangan, senyum, tangis, tawa bahkan mungkin yang lebih buruk lagi, tapi semua itu tidaklah mungkin. Sebab keindahan masa-masa kita saling mengenal adalah sebuah kisah cerpen yang maha panjang dan akan tetap tercatat meski kita tak pernah menyadarinya. Sudah terlalu banyak kertas-kertas kenangan yang berhamburan dan sekarang malah keluar mengingatkanku seolah mengejek dan menertawakan kesedihanku atas perpisahan ini.

Kawan…
Sedihku mungkin tak pernah berarti bagimu saat harus merelakan kepergian sahabat-sahabatku. Lisan ini masih bisa tertawa dan tersenyum kawan, tapi hati ini menangis dan sedih atas perpisahan ini. Tapi ku tak mau melihat kalian pun bersedih atas semua ini. Aku akan berusaha kuat dan tegar. Kaki ini harus kokoh demi mencapai apa yang menjadi harapanku dimasa mendatang. Begitu juga dengan dirimu. Tangan baru telah menyongsongmu. Kaki baru akan segera kau langkahkan menuju kehidupan yang lebih baik. Hari baru akan segera kau lalui dan pintu masa depan akan segera kau buka seiring perjalananmu menuju tempat kelahiran.

Selamat jalan kawan…
Semoga sukses dan apa yang menjadi harapanmu, harapanku, harapan kita bisa menjadi kenyataan. Dan masa depan akan berpihak kepada orang-orang yang sabar. Amiin…do’aku selalu bersama kalian, nafasku selalu bersama kalian dan darah persahabatan ini akan terus mengalir hingga akhir khayat. Selamat jalan kawan…aku akan selalu merindukan kalian, saat bahagia dan derita, saat menangis dan tertawa, dan saat semuanya.


Kutuliskan semua ini dengan hati menangis dan tetesan air mata, sebab baru kali ini aku merasakan betapa perpisahan dengan sahabat-sahabatku sungguh menyakitkan.

Kamis, 03 April 2008

Sebuah Memory

25 January 2008 00.00

Suara kipas angin itu selalu setia menemaniku setiap saat. Diantara alunan musik melankolis yang sangat kusuka, aku seringkali tertegun dan merenungi apa yang tengah terjadi terhadap diri ini. Sudah berulang kali aku mencari jawab atas pertanyaan yang belum bisa ku jawab sampai saat ini.

Tentang cinta, cita, harapan dan semuanya. Aku bimbang dan tak berdaya saat harus berfikir semuanya. Jika cinta memang bisa memberikan ketenangan dan kedamaian, mengapa aku tak pernah bisa mendapatkannya. Aku selalu takut untuk kembali memulai kisah itu meski sebenarnya hati ini sangat ingin memiliki, meraih dan merengkuh arti sebuah cinta yang tulus. Mengapa aku hanya harus puas melihat mereka bercinta dengan indah dan mesranya, adakah yang salah dengan diri ini?

Jika sebuah cita masih bisa menghantarkan diri ini untuk menemui sebuah cinta, atau mungkin sebatas memandangnya dari jauh, lalu kenapa cita ini justru malah kian memudar dalam keinginanku menjalani dan menapaki masa depanku yang kian tak menentu. Semakin dalam aku berfikir akan cinta dan cita, semakin bingung aku dibuatnya. Begitu banyak insan yang terjerat cinta dalam segala hal, terjebak dalam kerangka cinta yang terkadang salah dan bertolak belakang, namun kenapa masih saja mereka merasa bahagia dibuatnya? Aku bingung sebenarnya kenapa dengan diriku. Aku hanya bisa memandang cinta berlalu didepanku, tak berusaha untuk menyapanya meski barang sejenak, aku hanya bisa tertunduk malu jika dia melintas tepat dihadapku. Tak ada keberanian dan hanya rasa takut dan segan yang selalu kurasakan.

Seandainya harapan ini sangat besar untuk bisa meraih cinta, mungkin aku bisa seperti yang lain, namun hati ini terlampau kecil untuk bisa mengakui keberadaan cinta itu sendiri. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan diri ini?

Kawan…
Aku tak pernah tahu kepada siapa harus kulayangkan perasaan hati ini? Saat aku merasakan kesepian, hanya kesendirian yang kerap menemaniku. Dalam gelap malam dan sunyinya suasana malam, aku seolah merasa tenang dan damai. Disini aku hanya sendiri dan tak ada yang menemaniku. Ingin aku berbagi dengan seseorang, tapi siapa? Apakah mungkin hati ini harus terus menjalani penderitaan dalam kesepian dan kesendirian yang mendalam sepanjang hayat? Entahlah…tak ada yang mau mengerti dengan diriku. Aku tersenyum tapi hati ini sakit. Aku berusaha tertawa demi menyenangkan mereka semua, tapi tak pernah terfikir oleh mereka, apa yang sedang berkecamuk dalam hati ini. Terkadang aku merasa bahwa mereka terlalu egois dan ingin menang sendiri. Tapi sudahlah, tak kan pernah ada yang bisa mengerti dengan diri ini. Yang mereka tahu aku selalu tertawa gembira dan senang, menjalani kehidupan ini dengan apa adanya, santai dan sebagainya. Tanpa pernah tahu perasaan yang sebenarnya atas diriku. Sakit kawan…hidup dalam kesendirian dan kesepian yang mendalam bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Berkawan kesunyian bukanlah hal yang indah dalam jiwaku. Berjalan dalam keremangan hidup diantara suratan takdir yang carut marut bukanlah hal yang aku inginkan. Namun lorong itu yang menunjukkan jalan bagiku untuk menelusuri jalan berliku yang tak ku tahu kemana ujungnya.

Berkali-kali aku harus menjalani hidup yang tak kunjung memberiku ketenangan meski barang sejenak. Tak pernah memberiku kesempatan untuk tersenyum walau hanya sesaat. Aku lelah kawan…aku ingin berbaring lelap dalam sebuah tidur yang bisa membuatku lupa akan semua yang tengah aku alami. Aku ingin tidur dalam sebuah pelukan hangat dari jiwa yang telah hilang. Aku ingin berbaring dalam rangkulan rasa yang begitu tulus menyayangi diri ini. Aku ingin bersandar diantara pundak harapan yang ingin kubangun kembali. Tapi semuanya hanyalah sebuah keinginan semua dalam mimpi yang tak pernah bisa berwujud. Sekali lagi aku harus tertunduk menekuk wajahku dalam-dalam.

Aku menekur diri dalam sebuah irama kehidupan yang semakin samar. Diantara sorak sorai kegembiraan yang tak pernah bisa kunikmati. Meski aku mencoba masuk diantara kebahagiaan itu. Namun semuanya bukan duniaku, meski kucoba memaksa berada di dalamnya.

Rabu, 02 April 2008

Ketika Hatiku Tlah Tertutup

Aku tak pernah tahu persis apa yang sedang ku jalani. Nafas ini hampir terhenti bersama dengan hilangnya asa yang telah kukumpulkan demi sebuah keinginan bangkit dari keterpurukan. Aku terdiam dan tertinggal dalam kebisuan yang kelam. Melantunkan lagu kesedihan untuk hati yang tak pernah tersenyum.

Aku berbaring dalam peraduan yang dingin dan hampir membeku. Mengigil badanku namun tak ada yang pernah peduli denganku. Aku dianggap bahagia padahal hatiku miris dengan semua yang sedang kujalani. Aku tersenyum bukan untuk kebahagiaan, tapi untuk kesenangan seseorang. Sebab hati ini telah menjadi semakin membeku, jiwa ini semakin merapuh atas semua harapan yang tak bisa terwujud oleh takdir yang terus saja menertawakanku.

Meski sesekali aku terbangun dan merangkak mencoba menangkap hangatnya sang mentari, tak satupun belaian sang surya itu membuatku mampu tersenyum kembali. Aku menatap kosong dalam kehampaan yang sangat. Aku terduduk di sudut pojok kerinduan akan sebuah makna kehidupan yang selama ini aku cari. Menunggu kepastian akan takdir dalam suratan narasi berbentuk lembaran ketentuan hidup bagiku.

Lagu itu semakin kudengar syahdu dalam kehampaan hatiku. Semakin terlarut hatiku dalam kehampaan untaian syair yang lirih dan seolah tahu perasaan hati ini. Aku semakin menundukan wajah ini dalam palingan asa yang kian menjauh. Hidup begitu tajam menatapku sinis menghadapi selembar kehidupan yang telah tercecer jauh entah kemana.

Aku bingung mencari dan mencari sesuatu yang tak pernah ku tahu apa itu. Hatiku hampa. Jiwaku merana melanglang asa yang tak pernah bertujuan, apa sebenarnya yang sedang kutunggui?

Masih ku terdiam tanpa bergeming dalam sepinya malam. Kubisikan sebuah kata dalam hati sebagai penjaga bahwa diriku masih ada. Aku terkantuk dalam kesendirian yang sungguh sangat menyakitkan. Tak ada yang pernah tahu diri ini mengapa?

by : sang gelap